Pulang.
Setelah membalas pesan dari seseorang yang selama ini ia benci, Reina langsung mematikan ponsel nya. Tak lama kemudian gadis itu sadar kalau sedari tadi Eyzar sudah menunggu nya di gerbang yang terletak beberapa meter dari tempatnya berdiri saat ini. Lantas setelah menghela napas kesal, Reina terpaksa berjalan ke arah mobil Eyzar. Ia pikir Eyzar akan menghampirinya, namun nyatanya malah Reina yang harus mendatanginya terlebih dahulu.
Tok tok tok
Reina mengetuk jendela kaca mobil itu pelan. Eyzar yang di dalam hanya menoleh sekilas dan memberikannya kode untuk duduk di belakang saja. Pasalnya, Eyzar sejujurnya agak malas kalau harus bersebelahan dengan gadis itu. Malas saja, sedikit.
Lagi-lagi, Reina menghela napas. “It's okay, Rein. Cuman masalah waktu, ntar juga lo pasti bisa berhasil deketin Eyzar.” Batin Reina.
Reina masuk ke dalam mobil dengan sedikit terpaksa. Sial, kalau saja Melan tidak nongkrong dulu bersama teman-temannya, pasti Reina sudah ada di rumah saat ini. Ah, tapi ada untungnya juga sih, pikirnya. Mungkin ini adalah kesempatan Reina mendekati Eyzar untuk kesekian kalinya.
“Arahnya ke mana? Rumah lo,” tanya Eyzar tiba-tiba.
“Ohh, itu ke sana, Zar,” sahut Reina, yang otomatis dibalas anggukan sederhana oleh Eyzar.
“Eh ini serius gapapa, Zar? Nggak ngerepotin kan kalau gue pulang bareng lo?”
“Gapapa, kan emang gue yang nawarin.” Balas Eyzar, dingin.
“Oh yaudah oke, hehehe.”
Setelah itu, mobil pun diselimuti oleh suasana sepi yang begitu mencekam. Keduanya sama sama tak bersuara. Namun, saat itu Eyzar langsung menyalakan musik agar suasana tak terlalu sepi.
“Loh, Eyzar?! Lo suka EXO?!” Reina terkejut saat Eyzar menyalakan salah satu musik dari boygroup favoritnya.
Eyzar pun sedikit terkejut. Bukan, bukan karena ia mendengar lagu ini, melainkan karena suara pertanyaan Reina tadi begitu kencang dan melengking. “G-gue cuman suka lagu-lagunya aja. Kenapa emang?”
“Waaaah! Gue kira lo tipikal cowok yang gak suka sama hal-hal berbau K-pop lho, Zar!” seru Reina.
Eyzar tertawa pelan, merasa malu. “Emang lo kira gue orang yang kayak gimana?”
Reina tampak berpikir sebentar, “Mmmmm, yaa gitudeh. Gue kira lo orangnya kaku, perfeksionis, cuek, terus ya gak peduli sama sekitar deh pokoknya.”
Eyzar terkekeh, “Gue cuek cuman ke orang yang nggak kenal atau baru dikenal aja. Kalau udah kenal lama gue gak cuek kok,” katanya.
“Ohh gituu,” Reina mengangguk. “Pantesan aja lo cuek sama gue soalnya kita baru kenal.”
Eyzar tertawa canggung.
“Mau gak kita kenalan lebih jauh lagi, biar gue tahu sifat asli lo dan lo juga jadi nggak cuek sama gue? Hehehe.”
Eyzar sedikit menoleh, “Kenalan lebih jauh? Maksud?”
“Yaa gitu. Maksudnya kita bisa saling mengenal satu sama lain aja gitu, biar lebih deket. Ya, intinya pendekatan gitulah, hahaha!”
Tampak wajah Eyzar begitu canggung saat ini. Laki-laki itu hanya memaksakan diri untuk tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Eh, maksud pendekatan di sini bukan dalam artian PDKT buat sebuah hubungan gitu sih, ya maksudnya sekedar pertemanan doang kok, hehehe.” Reina memberikan cengiran nya.
“Oh, aahh iya iya hahaha kirain...” Kali ini Eyzar terkekeh pelan.
“Eh iya, ini arah nya masih lurus aja terus? Rumah lo di mana deh?” tanya Eyzar.
Ah, iya benar juga. Reina baru ingat bahwa tidak seharusnya ia membawa Eyzar ke rumahnya. Kalau saja Eyzar sampai tahu letak rumahnya, bisa bisa semua rahasianya terbongkar saat itu juga.
“Eh, Zar, gue berhenti di depan situ aja deh.”
“Kenapa?”
Reina bingung, “Ah, enggak apa apa sih. Gue cuman takut aja kalau lo berhenti di depan rumah gue banget, nanti yang ada gue malah dimarahin sama Papa gue. Soalnya Papa gue gak suka kalau gue deket deket sama cowok, Zar.” Alibinya.
Eyzar mengangguk paham. “Oke.”
“Berhenti di sini aja, Zar,” ucap Reina yang otomatis membuat Eyzar menghentikan mobilnya.
“Serius?”
Reina mengangguk yakin. “Iya, udah gapapa. Rumah gue ga jauh dari sini kok, udah lumayan deket.”
“Eh tapi itu lagi hujan. Pinjem payung gue aja, ada di bag—”
“Nggak! Gausah, Zar, gue duluan ya, makasih!!!”
Reina turun dengan cepat dan Eyzar dapat melihat Reina lari begitu kencang menerobos hujan yang cukup deras.
“Ck. Dibilangin pake payung gue juga, ngeyel.”
Akhirnya, dengan terpaksa, Eyzar turun dari mobilnya dan mengambil payung yang selalu ia simpan di bagasi. Lantas dengan hujan-hujanan pula, Eyzar mengejar Reina yang sudah cukup jauh di sana.
“Heh!”
Eyzar berhasil menarik pergelangan tangan Reina dengan cepat. Lantas sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk membuka payung miliknya.
“Jangan hujan-hujanan, ntar sakit. Nih ambil payung gue.”
Setelah memastikan payung itu sudah berada di genggaman tangan Reina, Eyzar kembali ke arah mobil dengan membiarkan dirinya basah kuyup oleh hujan.
Reina diam menatap kepergian Eyzar dengan lamat. Lantas perlahan, senyuman terukir di wajah cantiknya. Entahlah, apakah itu senyuman tulus atau senyuman sinis, tidak dapat ditebak.
Yang pasti, gadis itu bergumam pelan, “Dasar.”