Perlakuan Sederhana

Eyzar dan El kini sudah tiba di persimpangan jalanan yang cukup ramai dengan tukang dagangan. Lantas Eyzar mulai memelankan laju motornya agar bisa berkomunikasi dengan El tanpa mengeraskan volume suaranya.

“Kak El mau jajan apa?”

“Apa aja, kan lo yang ngajakin, gue ngikut aja.”

Eyzar menghela napas. Seperti biasa, jawaban El selalu saja seperti itu apabila ditawarkan sesuatu.

“Sebenernya Eyzar tuh dari tadi siang pengen mie ayam. Tapi kalau misalkan sekarang kita pesen mie ayam lagi berarti Kak El hariini makan mie ayam dua kali dong? Emangnya ga bosen?”

Bukannya menjawab, El malah balik bertanya, “Lo pengen banget makan mie ayam?”

Eyzar mengangguk semangat, “Asli! Lagi mau banget mie ayam. Soalnya tadi Eyzar kebita ngeliat foto mie ayam yang dikirimin Kak El,” katanya.

El terkekeh pelan, “Yaudah mie ayam aja. Gue juga pengen mie ayam lagi kok.”

Dengan polosnya, Eyzar bersorak semangat karena sekarang dia dan El akan makan mie ayam bersama. Lantas tanpa banyak bicara, Eyzar langsung menghentikan motornya di depan tempat makan mie ayam yang cukup sepi pembelinya. Sengaja, Eyzar memilih tempat ini karena Eyzar tidak suka tempat yang begitu ramai.

Setelah memesan, Eyzar dan El memilih tempat yang berada paling ujung.

“Kak El gapapa kan kalau Eyzar ajak makannya ke yang kayak gini aja? Soalnya Eyzar males kalau ke restoran restoran gitu.”

El hanya bisa terkekeh saat mendengar perkataan Eyzar barusan, “Gapapa kali. Lagian sama-sama aja mau kemanapun intinya sama-sama makan.”

Eyzar tersenyum hangat, memperhatikan El dengan lekat, lantas kembali bersuara. “Cantik.”

El sedikit berdeham, lantas mengalihkan pandangannya ke sembarang arah yang penting kali ini El tidak melihat ke arah Eyzar. Sial, lagi-lagi gadis itu dibuat salah tingkah oleh laki-laki di sebelahnya. El mati-matian menahan dirinya agar tidak salah tingkah di tempat ini. Yang benar saja, El memiliki rasa gengsi yang tinggi dimanapun ia berada. Ia tidak ingin terlihat salting di hadapan siapapun. El hanya ingin terlihat seperti gadis dingin nan cuek di hadapan orang lain.

Eyzar yang baru saja sadar bahwa dirinya baru saja mengatakan perkataan yang aneh, ia pun memukul pelan mulutnya. “Heh mulut, kalau mau bilang Kak El cantik tuh jangan di depan orangnya langsung dong, kan Eyzar malu.”

Untungnya, dua mangkok mie segera datang disaat-saat keduanya saling menghindari pandangan. El memberikan semangkuk mie kepada Eyzar yang ada di sampingnya. Lantas setelah memberikan bumbu sesuai selera masing-masing, kini keduanya mulai menyantap hidangan yang ada di hadapan mereka.

Eyzar yang tidak bisa bertahan dalam situasi canggung ini, mulai mengeluarkan suaranya. Basa-basi sederhana, hanya ingin menyampaikan sebuah cerita yang terjadi di hari ini.

“Kak El tau ga sih? Hari ini ada murid baru di sekolah Eyzar. Eh bukan hari ini deh, dia udah masuk dari kemarin, tapi Eyzar baru ketemu sama dia soalnya kan Eyzar baru masuk hari ini.”

El mengangguk-angguk saja. Namun karena Eyzar tahu kalau El tetap menyimak walaupun tidak menjawabnya, maka Eyzar tetap melanjutkan ceritanya.

“Terus kan dari awal kelas 12 Eyzar duduk nya sendirian. Nah jadi anak murid baru itu sekarang duduknya di samping Eyzar. Tapi tau ga apa yang bikin Eyzar males duduk sama dia?”

“Kenapa?”

“Soalnya dia cewek ih. Gatau Eyzar asa males aja gitu duduk sama cewek yang belum terlalu kenal. Mana dia nanya-nanya terus, Eyzar enggak terlalu suka pokoknya Eyzar males sama dia.”

“Gapapa, ntar juga lama-lama makin kenal,” ujar El.

“Iya sih. Eh terus ya, yang di base tadi itu yang ga sengaja kena lemparan bola basketnya Eyzar tuh dia si anak baru itu. Yaampun besok gimana Eyzar ga kebayang malu banget kalau ketemu dia ih.”

“Bentar,” El mengalihkan pandangannya ke arah ponsel yang baru saja memunculkan notifikasi. Lantas dengan pelan, El meraih ponsel miliknya itu dan mengetikkan pesan balasan.

“Lanjut,” ujar El, sembari kembali melahap mie ayam di depannya.

Eyzar mengulum bibirnya, “Hmmm... Udah sih gitu aja ceritanya.”

“Oohh. Eh bentar ada notif lagi.”

Setelah El berkata seperti itu, Eyzar hanya diam. Anak laki-laki itu memilih menikmati mie ayamnya sendiri agar tidak mengganggu El yang mungkin sedang mengobrol penting di dalam chat? Atau mungkin sedang mengobrol dengan temannya tentang tugas? Atau mungkin... Ah entahlah Eyzar pun tidak ingin terlalu banyak berpikir kali ini.

Begitu lama. Keadaan sepi ini berjalan begitu lama. El yang sedari tadi berbalas pesan dengan seseorang yang entah siapa, dan Eyzar yang bahkan hampir menghabiskan satu porsi mie ayam.

Karena tak sanggup lagi merasa tidak diperhatikan, akhirnya Eyzar sengaja sedikit berdeham agar El kembali memperhatikannya.

“Ekhem.”

Tidak ada sahutan.

“Ekhem, ekhem.”

Kali ini sukses. El menoleh ke arah Eyzar, lantas berkata, “Kenapa lo?”

Eyzar menggelengkan kepalanya, “Enggak, gapapa.”

Akhirnya, El pun kembali memperhatikan ponsel nya.

“Lagi chattan sama siapa sih, serius amat.” Batin Eyzar kala itu

“Gue lagi chattan sama temen, ngomongin tentang pembagian tugas presentasi besok.” Seakan-akan mengerti apa yang ada di dalam pikiran Eyzar, El menjelaskan tentang yang dilakukan dirinya.

Tiba-tiba Eyzar merasa tenggorokannya begitu gatal, entah kenapa, tapi kali ini tenggorokannya rasanya sakit.

“Uhuk! Uhuk!”

“Lo kenapa? Nih minum.” El memberikan botol minum yang baru saja ia beli tadi sebelum pulang dari kampus.

Tanpa aba-aba, Eyzar langsung membuka tutup botol itu dan buru-buru meminumnya.

“Lo kenapa? Sakit? Panas lagi?”

El langsung meraih dan menyentuh dahi Eyzar untuk memastikan apakah anak laki-laki itu demam atau tidak.

“Uhuk! Uhuk!” Bukannya semakin reda, rasa sakit yang ada di tenggorokan Eyzar semakin menjadi-jadi karena ia tersedak oleh air yang diminumnya. Dia tersedak bukan karena apa-apa. Tapi perlakuan El barusan yang tiba-tiba menyentuh kepalanya membuat Eyzar begitu terkejut dan merasa salah tingkah.

Eyzar kembali minum untuk meredakan tenggorokannya. Lantas dirasa sudah mendingan, ia mengeluh, “Kak El kalau mau pegang dahi Eyzar tuh kasih aba-aba dulu dong, kan kalau tiba-tiba kayak tadi bikin Eyzar kaget tau.”

“Ya kan gue kaget, kirain lo sakit.”

Eyzar menghela napas, “Lagian kalau batuk itu yang sakit tenggorokannya, kok yang dipegang dahi nya sih, aneh.”

“Ya kali gue pegang tenggorokan lo gitu? Leher lo? Ih gamau ntar kepegang jakunnya.” El bergidik ngeri.

“Enggak gitu maksud Eyzar, Kak El astaghfirullah...” Eyzar hanya bisa menghela napas mendengar perkataan El barusan. Apa tadi? Jakun? Haduh.