Night With You


Eyzar menjalankan motor besar nya itu dengan kecepatan yang sangat tinggi. Bahkan berkali-kali lelaki itu menyalip kendaraan lain yang lajunya lebih lambat. Eyzar tak peduli. Lelaki itu hanya ingin mengeluarkan emosi nya malam ini. Dibalik helm full face yang terpasang di kepalanya, Eyzar menggigit bibir bawahnya dengan sangat erat, sembari menahan tangisannya kuat-kuat.

Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Eyzar pun sampai di depan pagar rumah Elvaara. Lelaki itu bergegas turun dari motornya dan berlari kecil ke arah pintu.

Sedari tadi, lelaki itu masih berusaha menahan tangisannya.

Tok tok tok

Dari dalam sana, El yang sudah menunggu kedatangan Eyzar pun segera berjalan untuk membukakan pintu.

Selepas pintu terbuka, El dapat melihat tubuh lelaki tinggi dengan wajah yang begitu kusut. Gadis itu mengernyitkan keningnya, “Kenapa lo—”

Ucapan El tersendat. Ia sedikit terkejut dengan gerakan Eyzar yang sangat tiba-tiba. Eyzar kini mendekap tubuh El dengan sangat erat.

El masih terdiam, belum membalas pelukan Eyzar. Gadis itu tampak sedikit kebingungan dan masih mencerna situasi. Namun rupanya, sesaat kemudian, El merasakan bahu Eyzar bergetar tak karuan. Samar-samar, isak tangis pun terdengar dari laki-laki itu.

“Kak El, Eyzar capek....”

El hanya mengerjapkan matanya.

“Kak El, kenapa semua orang pergi ninggalin Eyzar? Kenapa semua orang yang Eyzar sayang selalu pergi dari Eyzar? Kenapa, Kak El, kenapaa?!” Tangisannya, kini semakin deras.

“Apa Eyzar nggak berhak bahagia sampai-sampai Eyzar selalu dapat masalah yang bahkan Eyzar sendiri pun bingung gimana ngatasinnya? Eyzar bukan laki-laki dewasa, Kak El, Eyzar masih belum dewasa! Eyzar masih butuh seseorang yang bisa dijadiin tempat sandaran. Tapi kenapa justru semua orang itu menghilang satu-persatu, Kak El, Eyzar capek!!!”

El menghela napas. Gadis itu masih belum mengerti kemana arah pembicaraan Eyzar saat ini. Namun satu hal yang El pahami. Saat ini, Eyzar sedang berada di titik lelahnya. El pikir, mungkin Eyzar sedang mengalami masalah yang bahkan dirinya tak sanggup menghadapinya sendirian.

Gadis itu perlahan mulai membalas pelukan Eyzar. Sedangkan lelaki itu, semakin erat mendekap tubuh El tanpa ragu.

“Zar...”

Lelaki itu masih menangis di bahu El.

“Eyzar...” El mengusap pelan punggung Eyzar dengan tulus. Namun, laki-laki itu tetap tak menggubrisnya.

El menghela napas pelan. Lantas, gadis itu bersusah payah memegang kedua bahu Eyzar agar lelaki itu berdiri tegap menghadapnya.

“Zar.”

Eyzar masih diam, ia sedikit menunduk sembari mengusap wajahnya yang basah karena air mata.

“Lo gak sendirian, Zar. Gue selalu ada buat lo, kapanpun itu, dan gue nggak akan pernah ninggalin lo. Jadi, jangan sedih ya?” El tersenyum tulus ke arah Eyzar.

Lelaki di hadapannya kini mulai mengangkat muka nya, “Eyzar cuman pengen bahagia sama orang orang terdekat Eyzar, Kak El... Eyzar gak mau kehilangan siapa-siapa lagi...”

Lagi-lagi, El hanya tersenyum. “Enggak. Lo gak bakal kehilangan siapapun lagi. Percaya sama gue.”

Seperti biasa, Eyzar malah menggembungkan pipinya, yang jatuhnya malah membuat El gemas kepadanya.

“Mau cerita? Gue dengerin kok,” tawar El, sebelum akhirnya Eyzar menceritakan semua masalah nya dengan Artha, sahabat sejatinya itu.


Malam semakin larut. Kini, El dan Eyzar masih merasa nyaman duduk di tempat duduk yang tersedia di samping trotoar.

Sembari menatap bintang, Eyzar menghela napas. Setelah menceritakan semua masalahnya pada gadis yang ada di sampingnya, Eyzar merasakan adanya sedikit ketenangan dalam hatinya.

Di sampingnya, El hanya memberikan senyum simpul sembari menatap Eyzar dengan lekat.

Sadar ditatap El dengan tatapan seperti itu, Eyzar merasa salah tingkah. “Kak El liatin nya biasa aja dong.” Ketara sekali bahwa Eyzar sedang salting, dengan gerak geriknya yang lagi-lagi membenarkan rambutnya yang sedikit menghalangi matanya.

El terkekeh pelan, “Salting sih itu mah.”

“Apaan engga ih.”

El tersenyum, dan ikut menatap ke arah bintang-bintang yang cukup banyak. “Percaya sama gue, Artha nggak akan ninggalin lo gitu aja.”

“Tapi kata dia, dia temenan sama Eyzar cuman karena ngerasa kasian sama Eyzar, bukan bener-bener temenan yang tulus.” Eyzar mengerucutkan bibirnya.

“Gausah percaya.”

“Kenapa Kak El yakin banget?”

“Lo bilang, Artha keliatannya lagi banyak masalah, kan?” Eyzar mengangguk, dan El melanjutkan kalimatnya, “Nah, gue yakin, dengan keadaan dia yang lagi banyak masalah, dia pasti lagi ngerasa kesulitan ngontrol emosinya. Tau kan kalau orang lagi emosi gimana?”

Eyzar hanya diam.

“Biasanya, orang yang gak bisa ngontrol emosinya, pasti asal bicara tanpa pikir panjang. Dan biasanya, ucapan yang keluar dari mulut dia, bukan ucapan yang berasal dari hatinya, tapi berasal dari amarah yang lagi menguasai dirinya sendiri.”

“Jadi, Artha gak bener bener kesel sama Eyzar?”

El tampak sedikit berpikir, “Kalau itu gue gak tau sih. Tapi gue yakin satu hal, sekalipun dia ada rasa kesel sama lo, dia gak akan pernah ninggalin lo. Dan dia itu, temenan sama lo karena tulus dari hatinya, terbukti dari dia yang selalu peduli sama lo, dan dia yang selalu ngutamain masalah lo dibandingkan masalahnya sendiri.”

Mendengar tuturan El barusan, Eyzar menghela napas dan menurunkan bahunya lemah, “Berarti, selama ini Eyzar selalu cerita ke Artha, malah bikin masalah dia nambah banyak ya?”

El menepuk dahinya pelan, “Hadeuh, bukan gitu maksud gue...”

“Terus apa dong?”

“Yaa maksudnya, Artha selalu berusaha jadi sahabat yang berguna buat lo, Zar.” El sedikit menoleh ke arah Eyzar. “Dan sekarang dia bersikap kayak gini ke lo, mungkin karena dia lagi bingung, dia cuman ngerasa kalau dia nunjukkin masalah-masalah yang dia punya, dia bakalan terlihat lemah di hadapan lo. Dia maksain dirinya buat keliatan kuat di depan lo, supaya kedepannya lo bisa bebas ceritain masalah lo ke dia tanpa ragu-ragu. Menurut gue gitu sih pemikiran Artha.”

Eyzar masih menatap langit yang penuh dengan bintang itu. Eyzar merasa, ucapan El ada benarnya juga.

“Kak El bener sih, tapi...”

“Tapi apa?”

“Kok Kak El bisa tau apa yang dirasain Artha sih? Kak El cenayang kah?”

El terkekeh pelan. “Gue kan cuman nebak, yaa itu menurut gue aja sih, gatau bener gatau salah. Lagian lo gak lupa, kan, kalau karakter gue sama Artha sebelas dua belas?” Eyzar hanya menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, “Yaa, makannya gue ngerti aja gimana perasan Artha kalau dia lagi dihadapin sama masalah yang luar biasa.”

Eyzar membulatkan mulutnya, “Oohh berarti giliran ke Artha mah tingkat kepekaannya tinggi ya???” Eyzar mengangkat salah satu alisnya.

“Maksud?”

“Yaa itu, giliran ke Eyzar aja, susaaahhh banget pekanya, ish nyebelin.” Laki-laki itu mengeluh pelan, pura-pura kesal.

Lantas, El tertawa.

“Kok malah ketawa?” tanya Eyzar bingung.

“Enggaa. Sebenernya gue selalu peka kok, apa yang lo rasain, tapi gue cuman kadang susah aja cara bersikap yang semestinya.”

“Oh gitu.”

Kini, keheningan pun menyelimuti keduanya.

Hingga beberapa menit kemudian, Eyzar meraih tangan El dengan ragu. Lelaki itu lantas menggenggam tangan El dengan erat. Sedangkan yang digenggam, hanya menoleh sesaat dan memberikan senyuman simpulnya.

“Kak El.”

“Hm?”

Eyzar menoleh ke arah El. Lelaki itu menatap manik mata indah yang dimiliki seorang Elvaara. Ia semakin mendekatkan wajahnya guna melihat mata El yang semakin berbinar di malam hari.

“Kak El?”

El hanya mengerjapkan matanya sesaat. Ia merasa sedikit canggung karena kini posisi keduanya begitu dekat.

“Katanya Kak El peka, kan?”

El mengangguk ragu.

“Kalau gitu, harusnya Kak El tau dong, apa yang mau Eyzar omongin malem ini.”

El sedikit berdecak. Lantas sedikit menjauhkan tubuhnya dari Eyzar. “Ck. Gue peka bukan berarti gue bisa nebak apa yang bakal orang omongin ih, aneh.”

Eyzar hanya terkekeh dibuatnya.

“Kak El.”

“Apa?” suara El kedengaran sedikit lebih ketus dari sebelumnya.

“Eyzar mau Kak El.”

El menoleh cepat ke arah Eyzar, ia sedikit tak paham dengan apa yang diucapkan lelaki itu.

“Eyzar mau Kak El selalu ada buat Eyzar. Itu permintaan Eyzar buat Kak El malem ini, sampe seterusnya.”

El menghela napas, “Iya, gue bakal selalu ada buat lo.”

Eyzar tersenyum, “Satu lagi.”

“Apalagi dah?'

“Eyzar suka sama Kak El,” ucap Eyzar lugas.

Satu detik,

Dua detik,

Tiga detik,

Masih belum ada tanggapan dari El.

Dan di detik ke sepuluh, akhirnya El bersuara, “Udah tau.”

Eyzar menoleh cepat ke arah El, lantas mengerjapkan matanya berkali-kali, “Kok malah gitu sih tanggapannya???”

“Yaa, emang harusnya gimana?”

“Yaa gimana kek, kaget gitu misalkan, atau ya salting gitu, kok gitu doang sih reaksi Kak El?” Eyzar tak terima.

“Ngapain kaget, orang udah jelas keliatan lo suka sama gue dari dulu,” sahut El percaya diri.

Eyzar sedikit salah tingkah. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Keliatan banget emang?”

El terkekeh, sembari mengangguk yakin.

“Mmmmm, yaudah lah ya gapapa. Lagian Kak El juga suka sama Eyzar, kan???” tanya Eyzar menggoda gadis yang berada di sampingnya.

“Dih? Pede bangeet.”

Eyzar mengangkat salah satu alisnya, “Alaah, jujur aja deh Kak El juga suka sama Eyzar, kan? Fiks lah kita saling suka. Pacaran aja gimana?” Cengiran lucu kini muncul di bibir manis Eyzar.

“Asli ya, lo pede banget. Kata siapa gue suka sama lo???”

“Kata Eyzar barusan,” sahut Eyzar yakin.

El beranjak dari duduknya dengan sedikit kasar. Tak ada yang tau, kalau kini ia sedang mati-matian menahan rasa saltingnya. “Gue gak suka sama lo kok. Geer.” El berjalan meninggalkan Eyzar.

“Ihhh, Kak El kok malah pergi???” Eyzar berusaha menyamakan langkahnya dengan El.

“Sana ih, jangan deket-deket.” El sedikit mendorong Eyzar menjauh.

“Ih?! Kok dorong-dorong? Kak El belum jawab ih, Kak El suka sama Eyzar juga gak?”

“Dibilangin enggak ya enggak!” El semakin mempercepat langkahnya.

“Hhmm? Yakin??? Trus kenapa kok malah pergi sih? Sini dong jawabnya sambil liat mata Eyzar, mana Eyzar pengen liat kalau El bohong apa engga.”

“Berisik.” El masih melangkah dengan cepat, sementara Eyzar yang cukup tertinggal jauh hanya tertawa. Lelaki itu masih bersikukuh untuk mendapatkan jawaban El.

“Kak El ih?”

“Diem sana ah.”

“Kak El kesannya kayak yang salting tau! Kak El beneran suka sama Eyzar ya?”

“Engga, yaampun.”

“Terus kenapa malah ngejauh dari Eyzar?”

“Gue kebelet pipis, mau pulang,” alibi El.

“Hahaha! Fiks Kak El suka sama Eyzar!!! Semuanyaa! Kak El suka sama Eyzar!!!” teriak Eyzar entah ke siapa. Malam itu sangat sepi di jalanan, makannya Eyzar berani berteriak seperti tadi.

“Hoaks ih! Lo ngapain teriak teriak sih?! Gimana kalau ada yang denger?” El tidak terima.

“Kak El suka sama Eyzar!!! Hahahahaa!” Bukannya berhenti, teriakan lelaki itu malah semakin menjadi-jadi.

“Eyzar ih, diem!”

“Kak El beneran suka sama—”

“Gue bilang diem ya lo yaampun!”

El berhasil membekap mulut Eyzar. Namun lelaki itu berusaha melepaskan tangan El dari mulutnya. “Kak El suk—”

“Diem!!! Gausah teriak-teriak!” Lagi, El membekap mulut Eyzar dengan paksa.

Namun, sadar dengan perbuatannya itu justru malah menyisihkan jarak yang semakin dekat di antara keduanya, El hanya bisa menjauh karena tak sanggup lagi berbuat apa-apa.

“Tuhkan salting ditatap Eyzar? Hahahaa, Kak El, lucu banget!” Eyzar bersuara dengan sangat kencang.

Memilih tidak menggubris perkataan Eyzar, El berusaha berjalan secepat mungkin agar segera sampai di rumah.

Sementara itu, di belakangnya, Eyzar menyusul El sembari memegang perutnya yang sedikit sakit karena ia kelelahan tertawa.

Eyzar sudah kembali bahagia. Kini, lelaki itu telah menemukan bahagianya.