Niat Terselubung Melan
Setelah memastikan El masuk ke kampusnya dengan selamat, Eyzar hendak kembali memasuki mobilnya dan berseberangan untuk berangkat ke kantor. Namun baru saja tangannya menggenggam pintu mobil, ada suara berat yang berhasil membuatnya menoleh dan mengurungkan niatnya.
“Lo Eyzar, kan?” ucap laki-laki itu, yang tentu saja diikuti oleh beberapa teman-temannya. Tidak lain dan tidak bukan, laki-laki itu adalah Melan bersama anak-anak tongkrongannya.
Eyzar sedikit menautkan kedua alisnya. Ia hanya bingung, ia tidak kenal dengan laki-laki yang baru saja memanggilnya. Tapi apa boleh buat? Eyzar hanya bisa membalas pertanyaan itu.
“Iya, gue Eyzar. Ada apa ya?” balas Eyzar dengan wajah bingung.
Melan tersenyum sinis, “Oke, kenalin, gue Melan.” Melan menjulurkan tangannya, mencoba untuk bisa berjabat tangan dengan Eyzar. Namun yang Eyzar lakukan hanyalah membalas senyumannya dengan singkat dan tidak menerima jabatan tangan Melan. “Kalau enggak ada urusan penting, gue pergi aja ya, gue buru-buru ada urusan,” ucap Eyzar to the point. Jujur saja, Eyzar sudah merasakan hawa tidak enak saat menerima tatapan sinis dari Melan dan teman-temannya. Makannya, ia lebih memilih menghindar dari mereka semua.
Melan lagi-lagi hanya terkekeh, “Santai dong, kita ngobrol-ngobrol dulu sini. Gue temen El, lho. Eh lebih tepatnya, kakak tingkatnya El deh.”
Eyzar membalas dengan tawa nya yang terasa canggung, “Maaf, Kak. Tapi gue sibuk.”
“Ck.” Melan berdecak. Melan yang emosian itu, ingin sekali rasanya langsung menghantam rahang Eyzar dengan keras. Namun ia terpaksa basa-basi seperti ini hanya karena mengingat rencananya kali ini bukanlah untuk langsung baku hantam dengan Eyzar, melainkan untuk menyulut emosi anak laki-laki itu dengan perlahan.
“Bisa balapan, gak?! Kalau bisa, nanti malem balapan sama gue. Jadiin El buat taruhannya.”
Mendengar perkataan yang keluar dari mulut Melan, Eyzar langsung menoleh dan membulatkan pupilnya saking terkejutnya. Bahkan, Eyzar langsung emosi saat mendengar nama El dijadikan sebagai taruhan dengan begitu mudahnya oleh Melan.
“Maksud?” Eyzar masih menahan emosinya.
“Ya itu. Gue suka sama El, gue pengen dapetin El, tapi katanya El deket banget sama lo. Makannya, gue pengen balapan sama lo dan El sebagai taruhannya. Nanti, kalau gue menang, gue bakal minta lo buat jauhin El. Dan kalau lo men—”
“Maksud lo apaan, anj*r?!?!”
Entah. Saat mendengar El diperlakukan seperti itu oleh Melan, maksudnya, dianggap sebagai perempuan yang seenak jidat bisa dijadikan sebagai bahan taruhan, Eyzar sangat emosi pada laki-laki di hadapannya yang ia pikir tak beradab itu. Alhasil, tanpa pikir panjang, Eyzar langsung mencengkram kerah baju Melan dengan keras.
“Whoaa whoaaa, santai, bro!”
Melan bersikap santai. Ia tidak berusaha melepaskan diri dari cengkraman Eyzar. Ia hanya membiarkan teman-teman tongkrongannya yang menahan Eyzar agar dia tak bisa menyerang Melan secara tiba-tiba seperti barusan.
Napas Eyzar sedikit tersengal, wajahnya menampakkan kalau dirinya sudah mulai kesal. “Gue nggak kenal sama lo. Dan sorry? Apa tadi? Lo mau balapan sama gue dan jadiin Kak El sebagai taruhan?!” Eyzar tertawa sinis di sela ucapannya, “Kak El bukan cewek yang seenak jidat bisa dijadiin bahan taruhan. Dia itu perempuan. Setiap perempuan itu harusnya dihargai, bukannya dijadiin mainan kayak gitu!” serunya.
Melan kalah telak. Ia tidak tahu harus membalas apa terhadap perkataan Eyzar barusan. Namun, otaknya tiba-tiba kembali terpikirkan oleh sebuah ide yang cukup nakal? Mungkin.
Melan berlagak kecewa. “Oke. Berarti gue anggap lo nolak tantangan balapan sama gue. Ah, padahal tadinya kalau lo menang, imbalannya gue bakal kasih tau rahasia tentang kejadian kecelakaan kakak kakak lo satu tahun yang lalu, kalau aslinya itu bukan kecelakaan tunggal, tapi ada orang yang emang jadi dalang terjadinya kecelakaan itu.” Di akhir kalimat, Melan lagi-lagi tersenyum sinis.
Eyzar melotot, “A-apa apaan...?”
Melan terkekeh, lantas menepuk pundak Eyzar perlahan. “Bro, dunia ini kejam. Lo apa nggak heran kenapa Kak Elvan sama Ellyna bisa kecelakaan sampe meninggal kayak gitu? Lo harusnya curiga gak sih? Pasti ada orang yang iri sama mereka dan ujung-ujungnya pengen nyingkirin mereka.”
“L-lo tau Kak Elvan sama Kak Ellyna? Lo sebenernya siapa anj*r?!” pekik Eyzar.
Melan terkekeh, “Gue Melan, bro. Gue bukan siapa-siapa. Tapi bisa dibilang, gue adalah salah satu saksi bisu atas perbuatan jahat orang yang bikin kakak kakak lo pergi.”
Lagi-lagi Eyzar menarik kerah baju Melan dengan emosi. Tak peduli dengan teman-teman Melan yang berusaha menahan gerakan Eyzar, Eyzar tetap berusaha melakukan perlawanan terhadap mereka semua. Yang ia inginkan hanyalah kejelasan atas perkataan Melan barusan.
“M-maksud lo...? Kak Elvan sama Kak Ellyna bukan ngalamin kecelakaan tunggal, tapi—”
“Ya gue ga bakalan jawab sih. Toh lo aja ga nerima tantangan balapan dari gue,” kata Melan sinis.
“Kurang ajar! Lo sebenernya siapa sih anj?!?!”
Eyzar hendak melayangkan pukulannya. Namun,
“Eyzar!!!”
Suara yang tak asing itu, tidak lain dan tidak bukan adalah suara El yang baru saja sampai ke parkiran dengan napas yang tersengal-sengal.
“Lo ngapain, Zar? Kenapa lo mau mukul dia...?”
“K-kak El, maaf. I-ini enggak kayak yang Kak El pikirin. Eyzar cuman—” perkataan Eyzar terpotong.
“Udah gue bilang, jangan macem-macem sama Eyzar. Lo ngapain di sini? Mau ngajak ribut sama Eyzar dan pura-pura diem nggak ngelawan biar seolah-olah Eyzar yang ngajak ribut duluan, iya?” El menatap Melan dengan tajam.
Melan pura-pura terkejut, “Lho? Nggak gitu kok. Gue daritadi bener-bener diem dan nggak ngapa-ngapain. Nggak ngajak ribut juga. Daritadi gue cuman ngobrol biasa aja sama Eyzar, eh dianya aja yang gampang emosian.”
“Tapi lo—” lagi-lagi, perkataan Eyzar terpotong.
“Udah, Zar.” El menggenggam tangan Eyzar, menenangkan laki-laki itu agar tidak terbawa emosi dengan mudah.
El kembali menatap Melan dengan sinis, “Pergi lo, Lan.”
“Dih, kok ngusir?”
“Pergi! Dan jangan pernah ganggu gue ataupun Eyzar lagi. Gue muak liat lo tau gak sih.”
Melan menghela napas kesal. “Ck. Oke, sekarang gue pergi.” Namun sebelum dia dan teman-temannya pergi, Melan melayangkan tatapan sinis dan mengancam pada Eyzar yang kini berada di belakang El. Dari matanya, ia seakan-akan berbicara, “Liat aja nanti, Zar.”
Eyzar yang melihat tatapan seperti itu saja sudah ingin emosi. Namun lagi-lagi El berusaha menahannya, “Udah, Zar. Gausah diladenin. Dia sengaja bikin lo emosi biar lo bikin dia babak belur dan ntar harga diri lo yang turun.”
Eyzar menghela napas, “Maaf, Kak El.”