Lo Keren, Zar.
Di sore hari yang temaram, Eyzar setia menunggu El di parkiran. Di atas motor hitam dengan dirinya yang dibalut oleh hoodie hitam, Eyzar memperhatikan keadaan. Rupanya sekarang banyak sekali mahasiswa yang berlalu lalang.
Eyzar panik. Eyzar mulai merasakan ketidaktenangan di dalam hatinya. Laki-laki itu sangat tidak suka keramaian. Bahkan, sejak ia kehilangan semua keluarganya, dia didiagnosa memiliki panick attack yang cukup parah. Di saat seperti ini saja, rasanya Eyzar ingin menghilang dari pandangan semua orang.
Ini bukan hanya perasaan Eyzar saja. Tapi ia yakin, banyak pasang mata yang memandangi dirinya. Bayangkan saja, laki-laki itu masih menggunakan celana abu-abu khas SMA, tapi sekarang malah menunggu di parkiran mahasiswa.
Selain itu, bukankah di kota ini Eyzar sangat terkenal? Eyzar Jean Ravanka, penerus tahta keluarga Ravanka, menjadi seorang pemimpin perusahaan besar di usia yang sangat muda. Maka dari itu, bukanlah hal lazim apabila banyak orang yang mengenali wajah anak laki-laki itu.
Cekrek
Eyzar melotot, benar-benar terkejut. Ia merasakan baru saja ada suara yang memotret dirinya. Perlahan ia menorehkan kepalanya ke arah kanan. Dan benar saja, tampak dua orang mahasiswi yang ketahuan sedang memotret Eyzar. Keduanya tampak senang sekali saat Eyzar melihat ke arah mereka. Bahkan mereka tertawa senang karena merasa dinotice oleh pria tampan yang akhir-akhir ini cukup populer di kalangan anak muda.
Sedangkan Eyzar? Anak laki-laki itu semakin merasa tidak tenang. Ia kembali menundukkan pandangan. Kupluk hoodie pun kini ia pasang, guna untuk menutupi wajahnya agar tidak terlalu kelihatan. Dan ketika rasa panik itu menyerang dirinya, Eyzar meremas kedua paha nya dengan erat. Kali ini, Eyzar hanya ingin cepat pergi dari keramaian ini.
“Oi!”
Sedikit terperanjat, Eyzar hampir saja terjatuh dari motornya apabila kaki panjangnya tidak menahan dengan kuat. El yang entah datang darimana, tiba-tiba menepuk pundak Eyzar cukup keras dan memanggil dengan suara yang mengagetkan.
“Kalau nyapa itu pake hei atau apa kek, kan Eyzar kaget,” keluh Eyzar sembari sedikit menggembungkan pipinya.
El terkekeh, “Lagian lo ngapain pake nunduk sambil ditutupin kupluk? Kayak orang misterius aja.”
“Ih Eyzar tuh malu daritadi banyak banget yang ngeliatin Eyzar, makannya Eyzar nyembunyiin wajah soalnya malu banget. Pokoknya Eyzar takut aja, soalnya mereka ngeliatin Eyzar nya gitu banget.”
Mengingat tentang Eyzar yang memiliki panick attact cukup parah, serta selalu merasa grogi di tempat banyak orang berlalu lalang, El hanya mengangguk-anggup paham. Lantas ia memperhatikan sekitar dan benar saja, banyak sekali pasang mata yang memandangi Eyzar sedari tadi.
“Yaudah ayo langsung pergi aja.”
“Tapi Kak El, Eyzar enggak bawa helm buat Kak El, jadi Kak El ga pake helm gapapa?” tanya Eyzar sembari mulai menggunakan helm miliknya sendiri.
“Gue bawa helm sendiri kok. Kan setiap hari walaupun gue naik ojol, gue bawa helm sendiri.”
Eyzar yang melihat El ternyata menggenggam sebuah helm pun bersyukur karena tidak perlu khawatir apabila di jalan terjadi apa-apa nantinya.
Eyzar memperhatikan El lekat, “Hmmmm.... Helm nya mau dipakein sama Eyzar ga, kak? Hehe,” tak lupa cengiran lucu setelah ia mengucapkan kata terakhirnya.
El mengernyitkan keningnya, “Gausah, gue juga punya tangan sendiri.” Lantas tanpa berkata-kata El langsung menaiki motor Eyzar dengan cepat.
“Salah banget Eyzar nawarin Kak El makein helm, hadeuh.” Anak laki-laki itu, kini memasang muka masam.
“Yaudah ayo jalan.”
“Iya Kak El bawel.”
“Ish.” El sedikit menepuk pundak Eyzar.
“Ish. Gausah pukul pukul pundak Eyzar ah sakit,” keluh Eyzar.
El menghela napas, “Yaudah ayo jalan.”
“Iya ih bentar atuh Eyzar nyiapin mental dulu buat lajuin motornya. Do'a dulu, pake bismillah dulu, tarik napas dulu. Kak El ini gimana sih ga sabaran banget, bawel banget.”
“Ih.” Lagi-lagi El memukul pundak Eyzar, kali ini cukup keras hingga sukses membuat Eyzar merasa sedikit kesakitan.
“Ya Allah Kak El kenapa sih daritadi mukulin Eyzar terus? Kak El lagi sensi ya? Lagi red days—ahh!” ucapan Eyzar malah terpotong karena lagi-lagi pukulan El semakin keras mengenai di pundaknya.
“Jangan banyak ngomong, udah jalan aja. Dan gue nggak lagi red days ya.”
Eyzar mengalah, “Yaudah iya atuh bentar Eyzar nyalain dulu motornya.”
“Hm.”
Eyzar menoleh cepat saat El membalasnya dengan cuek, “Kok jadi cuek sih?!”
“Engga cuek kok.”
“Itu cuek! Kalau Kak El jawab hm doang itu bagi Eyzar cuek!”
Lagi-lagi El hanya bisa menghela napas, “Yaudah iya enggak cuek tuh enggak...”
Eyzar menyengir lucu. “Nah gitu dong. Pokoknya Kak El gaboleh cuek kalau lagi sama Eyzar.”
El tidak menjawab. Lantas beberapa detik kemudian, Eyzar mulai melakukan motornya melintasi begitu banyak mahasiswa yang berada di parkiran dan gerbang.
Beberapa meter motor hitam milik Eyzar melaju, El tiba-tiba menunggingkan senyuman. Gadis itu hanya merasa senang saat memperhatikan jalanan. Aroma parfume milik Eyzar yang khas pun kini masuk ke penciumannya. Perlahan gadis itu memperhatikan punggung Eyzar yang begitu tegak dari belakang. Memperlihatkan bahwa ternyata anak laki-laki itu masih bisa memikul beban yang cukup sulit untuk dijelaskan.
“Zar, rasanya gapunya keluarga itu kenapa menyakitkan ya? Selama ini gue selalu ngerasa sedih kalau inget gue gapunya siapa-siapa di dunia ini. Tapi lo? Bahkan lo masih sanggup bertahan sendirian, lo menunjukkan ke dunia kalau lo itu sanggup, lo mampu bertahan. Lo keren bisa gitu, Zar. Gue iri.”