Kapan?

Di mobil milik Dhaka, kini Dhaka dan El sudah menunggu kedatangan Eyzar. Sesekali Dhaka menggoda El tentang Eyzar yang akhir-akhir ini semakin berani mengungkapkan perasaannya. Namun, El tetaplah El, gadis yang tidak ingin perasaannya terungkap oleh orang lain, gadis yang selalu denial pada perasannya sendiri.

Tak lama kemudian, datanglah Eyzar dengan wajah yang begitu muram, mengetuk kaca mobil belakang.

“Buka aja, gak dikunci,” teriak Dhaka yang sedikit nongol dari kaca depan.

Eyzar masuk dan langsung duduk di sebelah El. Lelaki itu melemparkan tas nya ke jok paling belakang. Bahkan ia tak peduli kalau isi tas nya berantakan, yang jelas, tampak sekali mood lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.

“Kalau lo pulang naik ini, motor lo gimana dong?” tanya Dhaka sembari mulai melajukan kendaraan roda empat itu.

“Dibawa Reza dulu,” jawab Eyzar cepat, sembari menyandarkan tubuhnya dengan lemah.

El masih memegang ponsel nya, lantas ia menghela napas sebelum akhirnya mulai menatap Eyzar lekat. “Kenapa?”

Eyzar menggeleng lemah, “Biasa. Lagi capek aja.”

El sedikit memutar bola matanya. Nampaknya gadis itu sedang berusaha membuang rasa gengsinya untuk kali ini saja.

“Oke El gapapa, sekali ini aja buang rasa gengsi lo,” batinnya.

Akhirnya, gadis itu sedikit menepuk paha nya guna memberikan kode untuk Eyzar. “Sini.”

Lantas dengan cepat, Eyzar pun ditarik oleh El sehingga kepala lelaki itu kini berada di atas pangkuan El.

“K-kak El ini tiba tiba banget?” ucap Eyzar gugup.

“Biarin aja. Biar lo bisa rebahan, kalau capek istirahat aja, ntar gue bangunin kalau udah sampe,” sahut El lancar tanpa ada rasa ragu sekalipun. Bahkan, kini gadis itu mengelus-elus rambut Eyzar dengan lembut.

Eyzar menggigit bibir bawahnya, lelaki itu merasakan jantungnya berdegup kencang tak karuan. Eyzar benar-benar merasa senang diperlakukan seperti ini oleh gadis incarannya. Lantas ia tersenyum sembari menatap El dari bawah. “Makasih.”

“Hm.”

Dhaka yang masih menyetir di depan menghela napas berat, “Jangan lupa masih ada orang di sini ya!”

“Apa sih, Bang Dhaka, bilang aja cemburu,” sahut Eyzar.

“Yaiyalah masa lo enak berduaan sama pacar lo—”

“Belum jadi pacar,” potong El cepat.

Dhaka berdecak, “Ya maksudnya kalian enak bisa berduaan, lah gue? Kek supir beneran. Tau gitu mending tadi gue ngajak pacar gue aja sih, biar ceritanya kek double date gitu kan jadi—”

“Gausah banyak ngomong, Bang.” Suara El yang tegas itu sukses membuat Dhaka susah payah meneguk salivanya. “Jangan berisik, biar Eyzar bisa istirahat,” sambungnya, yang membuat Eyzar lagi-lagi merasa salah tingkah.

Lantas, kini mobil itu dipenuhi dengan suasana hening. Tidak ada satupun yang mengeluarkan suara. Hanya lagu-lagu slow yang berasal dari depan sana.

Beberapa menit kemudian, Eyzar membuka pejaman matanya. Tampaknya, percuma saja sedari tadi Eyzar berusaha tidur, karena sangat sulit baginya.

“Kak El,” gumam Eyzar pelan.

“Hm?”

“Kak El... Kak El bahagia gak ya???” ujar Eyzar lagi.

El mengerutkan keningnya, “Y-yaa gue bahagia bahagia aja sih.”

Eyzar diam. “Kak El?”

“Apa eyzaar?” sahut El sabar.

“Shhh diem, kak. Eyzar bukan manggil kak El.”

“Lah?”

Eyzar tersenyum ke arah langit langit mobil, “Eyzar cuman pengen nyapa Kak Ellyna sama Kak Elvan di sana... Eyzar kangen sama suara mereka, Eyzar kangen sama semua tentang mereka... Sekarang Kak Ellyna sama Kak Elvan pasti bahagia di sana ya sama ayah bunda???”

El diam.

“Kak El...”

Tidak da jawaban.

“Kak El...”

Masih tidak ada jawaban.

“Kak El ihh!”

“Hah? Apa? Itu El ke gue?”

“Yaiyalahhh! Di sini El siapa lagi coba?” Eyzar mengerucutkan bibirnya.

“Ya kan gue kira lo manggil kak ellyna sama kak Elvan lagi...”

“Enggak. Sekarang Eyzar serius mau nanya sama Kak El.”

El menghela napas pasrah, “Yaudah apa?”

“Kapan ya Eyzar bisa nyusul semua keluarga Eyzar? Ayah... Bunda... Kak Elvan... Kak ellyna... Kapan eyzar bisa ketemu mereka lagi ya? Eyzar kangen banget sama mereka soalnya... Eyzar selalu ngerasa sendirian kalau inget mereka udah engga ada... Eyzar gak punya siapa-siapa lagi. Gaada lagi orang yang selalu ada di sisi Eyzar, Kak El...”

El hanya diam. Gadis itu tidak tau apa lagi yang harus ia ucapkan untuk membuat Eyzar tenang. Gadis itu hanya sedikit bingung. Alhasil, El hanya menanggapi perkataan Eyzar dengan sedikit elusan lembut di rambut Eyzar. Sembari bergumam di dalam hati, “Gue bakal selalu ada buat lo kok, Zar...”

Akhirnya Eyzar membenarkan posisi duduk nya seperti biasa. Kini, lelaki itu tidak berada di pangkuan El lagi. Ia menghela napas panjang.

“Udah lah Eyzar gak boleh sedih lama-lama. Kita jalan-jalan aja yuk, Kak El?” ucap lelaki itu sembari berusaha menampilkan senyuman terbaiknya.