Kak El Cemburu?
Karena terkadang, perasaan memang sulit diungkapkan. —Elvaara Laura
Kini, gadis berambut panjang hitam legam itu sudah siap dengan pakaian kasualnnya. Kaus putih oversize dengan celana jeans panjang menjadi khas dari setelannya. Gadis simpel yang tidak pandai merangkai kata, namun pandai dalam mengerti sebuah rasa. Tapi apakah dia mampu mengungkapkan semua perasaan yang dimiliknya? Jawabannya adalah tidak. Gadis yang akrab dipanggil El itu, sejak dulu memang tak pandai dalam mengungkapkan sebuah perasaan.
“Oke. Makanannya udah semua gue masukin. Sekarang tinggal pesen grab buat berangkat ke rumah Eyzar,” ucap El sedikit bersemangat.
Namun baru saja melangkahkan kaki untuk keluar dari rumahnya, El hampir saja melupakan jaket jeans yang biasa ia gunakan. Lantas ia kembali ke dalam untuk mengambil jaket miliknya dan mengikatkan di pinggangnya.
“Hari ini gue nginep di rumah Eyzar aja kali ya? Mumpung besok jadwal gue ga padet-padet amat,” batinnya.
El menginap di rumah Eyzar. Atau Eyzar menginap di rumah El. Hal itu adalah hal yang biasa bagi mereka. Toh sekalipun mereka berada dalam satu rumah, tidak ada sedikitpun yang perlu mereka khawatirkan. Kamar mereka terpisah. Apabila El yang menginap di rumah Eyzar, gadis itu akan mengisi kamar kosong yang dulu menjadi kamar milik Ellyna. Dan apabila Eyzar yang menginap di rumah El, maka laki-laki itu akan tidur di kamar adik laki-laki El yang sudah lama tiada.
Kehidupan keduanya memiliki nasib yang serupa. Terpaksa tinggal sendirian dan menahan luka begitu dalam. Sepi dan rindu adalah teman yang setia menemani hari-harinya. Namun, keduanya senantiasa berbagi pundak sekadar untuk melepaskan semua rasa penatnya. Padahal, masing-masing dari mereka merasakan hal yang serupa. Dan hal yang serupa itulah, yang justru membuat mereka bisa saling memahami makna dari sebuah luka.
Ojek online yang El pesan kini datang dan berhenti di depan pagar rumahnya. El dengan senyumnya yang tipis mulai menaiki motor itu. Tak sabar untuk mampir ke rumah Eyzar, El meminta pada pria paruh baya di hadapannya untuk mempercepat laju kendaraannya.
Tak terasa, kini El pun sudah sampai di pekarangan rumah milik Eyzar. Pak Satpam yang sudah begitu El kenali, mempersilakan gadis itu masuk dengan mudah.
El menghirup napas dalam-dalam sebelum ia meraih kenop pintu utama rumah Eyzar. Gadis itu hanya ingin menyiapkan sedikit mentalnya untuk bertemu dengan laki-laki yang akhir-akhir ini sukses membuat degup jantungnya berdetak tak karuan. El hanya tidak mengerti, mengapa perasaan itu datang tanpa aba-aba.
Dan akhirnya,
Ceklek
El sengaja membuka kenop pintu dengan pelan, niatnya adalah agar gadis itu bisa memberikan sebuah kejutan atas kedatangannya untuk Eyzar. Namun,
“Zar, gue emang baru kenal beberapa hari sama lo. Tapi kalau gue kagum dan beneran suka sama lo, atau bahkan sayang sama lo, boleh nggak?” ucap seorang gadis yang kini duduk di samping Eyzar.
Mendengar hal itu, El sedikit kaget. Pertama, El kaget karena rupanya saat ini ada perempuan di rumah Eyzar. Kedua, pertanyaan yang dilontarkan gadis di samping Eyzar itu, sukses membuat El diam tak berkutik di tempatnya.
Jangankan El, bahkan Eyzar saja kini begitu terkejut dengan kalimat yang dilontarkan Reina. Laki-laki itu menatap lekat mata gadis yang berada di sampingnya. Eyzar hanya tak habis pikir, bahkan dirinya baru saja kenal beberapa hari dengan Reina, namun mengapa Reina begitu berani mengungkapkan kalimat seperti itu?
Eyzar menghela napas. Ia bingung apa yang seharusnya ia katakan untuk menjawab pertanyaan Reina barusan.
“Zar.” El memberanikan diri untuk melangkah mendekati laki-laki itu.
Dan kini, giliran Eyzar dan Reina yang terkejut atas kedatangan El di sana.
Eyzar terkejut, “Loh? Kak El?” Dengan sedikit gelagapan, Eyzar langsung membuat jarak dengan Reina. Eyzar tidak ingin El salah paham dengan posisi duduk Eyzar dan Reina yang sedari tadi duduk dengan jarak yang begitu dekat.
Reina menggigit bibir bawahnya, gadis itu memberikan senyum manisnya ke arah El, namun El hanya membalas dengan tatapan dingin tanpa ekspresi yang menjadi ciri khasnya.
“Zar.. Dia siapa? Kakak lo?” tanya Reina pelan kepada Eyzar.
Eyzar langsung menggeleng dengan cepat, “B-bukan hahaha, dia bukan kakak gue.”
“Oalah, siapa dong? Cewek lo?” tanya Reina lagi, penasaran.
“Eh, bu—”
“Siapapun gue, bukan urusan lo,” ucap El memotong pembicaraan Eyzar. Lantas gadis itu memperhatikan Reina dari bawah sampai ke atas dengan tatapan dinginnya. Dan sampai pandangannya bertemu dengan pandangan Reina, El kembali bersuara, “Kalau udah selesai urusannya sama Eyzar, langsung pulang aja.”
Dan El pun meninggalkan keduanya, melangkah pergi ke arah ruang tengah dengan membawa totebag yang sedari tadi dijinjingnya.
Eyzar bingung melihat sikap El yang tidak biasa ini. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari berpikir, “Kak El aneh banget.”
Begitupun dengan Reina. Gadis itu baru pertama kali bertemu dengan El. Dan di pertemuannya kali ini, Reina sudah sangat tidak suka dengan sikap El yang tidak ramah itu. “Songong banget tuh cewek, anjir!” batinnya.
Karena merasa keadaan berubah menjadi awkward, akhirnya Eyzar mengalihkan perhatian Reina untuk kembali mengerjakan tugas kelompoknya.
“Sorry ya, Kak El emang cuek, dingin, kadang ceplas-ceplos. Tapi aslinya baik kok.” Eyzar mengutarakan kalimat seperti itu, karena ia merasa sekarang Reina sangat terkejut dengan sikap El yang tidak ramah, seakan-akan mengusirnya untuk cepat pergi dari rumah ini. Padahal katanya gadis itu bukan siapa-siapa nya Eyzar, kan? Aneh.
Alih-alih mengungkapkan rasa kesalnya, Reina malah memberikan senyum manis kepada laki-laki di sampingnya. “Ahaha, gapapa kok, santai aja. Yaudah yuk lanjutin, dikit lagi beres nih, gue juga pengen cepet-cepet pulang.”
Akhirnya, Eyzar dan Reina kembali fokus pada tugasnya masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian, semua pertanyaan pun berhasil mereka jawab dengan sedikit kegiatan saling membantu satu sama lain apabila ada kesulitan.
Setelah dirasa cukup, Reina pun segera mengemas barang-barangnya dan hendak untuk segera pulang ke rumahnya. Lagipula sekarang ia merasa tidak nyaman saat kedatangan El beberapa menit yang lalu.
“Kalau gitu, gue pulang dulu ya. Gojek gue udah ada di depan kayaknya.”
Reina lantas melangkah keluar dari rumah Eyzar, diikuti oleh Eyzar di belakangnya. Hendak mengantarnya hingga ke depan pagar.
“Oh iya,” kalimat Eyzar barusan, berhasil membuat Reina membalikkan badan.
“Apa?”
“Tentang pertanyaan lo yang tadi.”
Reina meneguk ludahnya, malu, “Aaahh! Udah udah nggak usah dipikirin apa yang tadi gue bilang, random banget itumah tadi gue aja ga sadar apa yang gue omongin,” ucapnya.
Eyzar terkekeh, “Gue cuman mau bilang, terserah lo kalau mau suka sama gue, atau bahkan sayang sama gue. Karena gue nggak bisa ngelarang, orang itu hak dan perasaan lo sendiri.”
Reina terdiam di tempat.
“Tapi, jangan salahin gue kalau misalkan lo gabisa dapetin balasan perasaan itu dari gue.”
Reina mengerutkan keningnya.
“Karena gue udah punya seseorang yang gue sayang.”
Reina tersenyum, “Cewek tadi ya?”
“Kalau untuk orangnya, lo ga perlu tau. Karena ini bukan urusan lo.”
Eyzar buru-buru melangkah ke dalam ruangan dan mendapati El yang sedang asik bermain game di ruang tengah.
“Kak El.”
Tidak ada jawaban. Nampaknya gadis itu terlalu pokus pada permainannya hingga suara berat milik Eyzar pun tak sampai ke pendengarannya.
“Kak El.”
Masih tidak ada jawaban juga, akhirnya Eyzar memutuskan untuk langsung mengambil posisi duduk di samping El.
“Nih, keripik kentang kesukaan Kak El. Sengaja Eyzar simpen di kulkas banyak biar kalau Kak El main ke sini, Kak El bisa makan keripik sepuasnya.”
El melirik sebentar ke arah Eyzar, namun kembali fokus pada permainan di dalam ponselnya.
“Kak El kenapa deh? Aneh banget. Eyzar tau kalau Kak El cuek, tapi perasaan biasanya nggak secuek ini deh,” Eyzar memajukan bibirnya beberapa senti, tanda dirinya sedang kesal atas tindakan El yang menurutnya aneh saat ini.
Lagi-lagi, El hanya sedikit melirik Eyzar, tanpa membalas kalimat yang baru saja ia lontarkan.
Eyzar menghela napas, “Kak El marah sama Eyzar?”
Pertanyaan barusan, sukses membuat El menghentikan game-nya. “Engga.” Lantas gadis itu kembali menatap Eyzar yang ada di sebelahnya, “Cewek tadi siapa?”
“Yang tadi? Itu Reina, kak. Temen baru yang pernah Eyzar ceri—”
“Ngapain dia ke sini?”
“Yaa, kerja kelompok. Soalnya tadi Miss Key ngasih tugas kelompok dan kelompoknya itu sesuai temen sebangkunya masing-masing. Ya jadi Eyzar sekelompok sama dia deh.”
“Oh...”
Eyzar mengerjapkan matanya berkali-kali, “Kenapa emangnya?”
“Nanya doang.”
“Hhmmmm???? Kak El aneh.”
“Gue ga aneh. Lo yang aneh.”
Eyzar tersenyum jahil, “Jangan bilang Kak El cemburu sama Reina karena daritadi berduaan sama Eyzar???”
El merotasikan bola matanya, “Mana ada gue cemburu???”
Semakin tinggi niat Eyzar untuk membuat El salah tingkah, laki-laki itu semakin mengikis jarak di antara dirinya dan El. “Kak El cemburu ya???” Eyzar tersenyum jahil sembari menaikturunkan alisnya.
“Ngapain banget gue cemburu. Gaada kerjaan.”
Eyzar tertawa, “Udah sih fiks inimah Kak El cemburu gara-gara Eyzar deket sama cewek lain.” Dan di kalimat terakhirnya, tawa Eyzar semakin kencang.
“Kalau gue cewek lo, wajar aja gue cemburu. Lah faktanya? Bahkan gue bukan siapa-siapa lo. Pacar lo aja bukan, ngapain banget gue cemburu.”
Eyzar terkekeh, “Yaudah bagus gausah cemburu, soalnya Eyzar enggak akan deket-deket sama cewek lain selain Kak El, hehehe.” Cengiran lucu kini muncul di bibir milik Eyzar, sukses membuat El mati-matian menahan rasa gemasnya. Untung saja, El sudah terlatih untuk bersikap sok cool di hadapan laki-laki itu.
“Gue bukan cemburu sih, cuman kaget aja karena cewek tadi tiba-tiba banget confess, bilang, kalau dia suka sama lo.” batin El kala itu.