Bahagia yang Sederhana

“Oke, gue salah, gue minta maaf,” ucap El sembari mengambil posisi duduk tepat di sebelah Eyzar.

Eyzar tidak menggubris. Tatapannya fokus ke arah televisi. Bahkan, laki-laki itu sedikit menggeser posisi duduknya agar mengikis jarak di antara dirinya dengan El.

“Gue minta maaf, Zar, gue salah.”

Eyzar masih diam yang menyebabkan El menghela napas pasrah.

Dhaka datang dari arah dapur, membawa makanan yang sudah disediakan oleh Bi Ira. Sebetulnya, sedari tadi Bi Ira ada di sana, namun wanita paruh baya itu hanya diam tidak mau ikut campur urusan anak muda.

“Eyzar kalau masih pundung, lama lama gue suruh El balik juga dah. Kesel gue liatnya,” ujar Dhaka.

“Apaan kok gitu???” Eyzar tak terima.

“Ya abisnya, itu El daritadi minta maaf kok malah gak diwaro?”

Eyzar menggembungkan pipinya, lucu. “Biarin aja, biar kedepannya gak marah marah gajelas kayak tadi lagi.”

“Dih siapa yang marah marah?” El mengelak pernyataan Eyzar sebelumnya.

Eyzar mendelik tak suka, “Tuh kan, ngapain minta maaf kalau gak sadar sama kesalahannya sendiri,” keluh Eyzar.

Terlihat Dhaka menepuk dahinya pelan. Laki-laki itu nampaknya sudah sedikit lelah jika harus dihadapkan dengan dua orang yang sulit dimengerti seperti El dan Eyzar.

Helaan napas lagi-lagi terdengar dari mulut El, “Yaudah iya gue minta maaf, gue salah karena tadi marah marah gajelas sama lo. Udah dong, lo juga jangan ikutan marah gini, gue sedih nanti.” Eyzar masih tidak menggubris, bahkan laki-laki itu tidak melirik El sedikitpun.

El ragu-ragu menggerakkan tangannya untuk menggenggam tangan Eyzar. “Maaf, ya? Udah jangan marah lagi.”

Percayalah, saat ini rasanya Eyzar ingin teriak. Ah, laki-laki itu mulai salah tingkah. Tapi, Eyzar masih menahan ekspresi muka nya agar kelihatannya masih kesal.

“Zar?” Kali ini, El beralih mengelus pundak Eyzar dengan pelan.

“AHHHH UDAAH EYZAR GAK SANGGUP!!!”

El dan Dhaka benar-benar terkejut karena Eyzar tiba-tiba teriak seperti barusan. Bahkan, Eyzar terlihat mengacak rambutnya frustasi.

“Kok teriak...?” tanya El pelan.

“Diem! Kak El udah diem! Arghhh Kak El gak usah pegang pegang tangan Eyzar apalagi sampe ngelus pundak Eyzar kayak tadi ah! Gak baik!!!”

Dhaka terkekeh pelan melihat Eyzar, Kan, Eyzar salting juga, hahaha! batinnya.

El mengerjapkan matanya beberapa kali, “Emang kenapa? Gak boleh?”

“Nggak! Bukan ga boleh, tapi ya, gimana ya jawabnya... Ah udahlah intinya Eyzar nggak marah sama Kak El. Serius! Eyzar cuman kesel aja, sedikiiiitt. Tapi karena Kak El udah minta maaf, Eyzar jadi enggak kesel lagi sama Kak El.” Kini, senyuman yang lucu sudah nampak kembali di wajah Eyzar. Anak laki-laki itu sudah sedikit merasa senang.

“Jadi, gue udah dimaafin nih?” tanya El ragu.

Eyzar tersenyum, “Kak El gak minta maaf juga sebenernya udah Eyzar maafin sih, cuman ya Eyzar pengen aja gitu kali kali Kak El yang peka, hehehe.” Cengiran lucu muncul di bibir Eyzar.

El tersenyum.

“Oke, sekarang kalian udah baikan, giliran gue yang minta maaf, terkhusus lo. Gue mau minta maaf sama lo, Zar,” ucap Dhaka yang berhasil menarik perhatian El dan Eyzar.

Eyzar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kok minta maaf ke Eyzar? Emang Bang Dhaka ada salah apa?”

Dhaka menghela napas. “Ya itu, tadi pagi. Gue salah karena gue malah marahin lo disaat lo lagi kacau. Padahal yang lo butuhin cuman seseorang yang bisa diajak cerita dan berbagi keluh kesah, tapi gue malah marahin lo dan nyalahin lo atas kekacauan tadi di kantor. Sorry, Zar, gue terlalu keras sama lo.”

Eyzar mengulum bibirnya, “Gapapa, Bang. Bang Dhaka gak salah, justru dengan Bang Dhaka marahin Eyzar tadi, Eyzar jadi sadar kalau Eyzar gak boleh egois lagi buat kedepannya. Eyzar harus lebih profesional dan gak bawa masalah Eyzar ke dalam urusan perkantoran, Bang. Harusnya Eyzar bilang makasih, Bang Dhaka gausah minta maaf.” Eyzar tersenyum tulus.

“Sekarang giliran lo. Jelasin hal apa yang bikin pikiran lo kacau dan bikin mood lo hancur hari ini, Zar?”

Eyzar diam. Laki-laki itu malah menunduk.

“Zar, gue Dhaka. Gue sahabat Elvan, kakak lo. Gue di sini bukan hidup sebagai asisten kantor lo doang, Zar. Tapi, gue juga udah anggap lo sebagai adik gue sendiri. Nggak, bukan lo doang yang gue anggap sebagai adik. El, lo juga udah gue anggap sebagai adik gue sendiri. Intinya, gue di sini selalu ada buat kalian. Kapanpun kalian butuh seseorang buat dijadiin tempat berkeluh kesah, gue selalu siap, El, Zar. Kalian gak hidup sendiri di dunia ini. Masih banyak yang sayang dan peduli sama kalian berdua, salah satunya gue. Kalian bisa anggap gue sebagai Abang kalian sendiri, kok.” Ucapan Dhaka barusan, berhasil membuat El dan Eyzar menunduk lebih dalam.

“Satu persatu, gue bakal tanya masalah kalian hari ini. Walaupun mungkin gue udah tau sedikit, tapi gue cuman pengen kalian yang ngungkapinnya secara langsung. Bukan apa-apa, gue cuman gak mau kalian terbiasa mendem perasaan kalian dan ujung-ujungnya malah bikin hati kalian sakit karena mendem masalah sendirian.” Lanjut Dhaka.

“Jadi gimana?” Dhaka kembali melontarkan pertanyaan.

“Eyzar...” ucapan Eyzar tertahan. “Eyzar... Eyzar cuman kangen Kak Elvan sama Kak Ellyna.” Tanpa aba-aba, air mata pun menetes dari pelupuk mata anak laki-laki itu. Pertahanannya sejak pagi kini telah runtuh. Ia tak bisa menahannya lagi.

“Dari kemarin, dari kemarin malem Eyzar kepikiran Kak Elvan sama Kak Ellyna. Eyzar kangen banget, Eyzar selalu ngerasa sedih kalau inget sekarang Eyzar cuman tinggal sendirian tanpa mereka. Eyzar sedih.” Bahu Eyzar naik turun, pertanda anak itu sudah menangis. El yang di sampingnya, hanya menggenggam kembali pergelangan tangan Eyzar dengan hangat.

“Gak sampai situ aja. Tadi pagi, waktu di kampusnya Kak El, Eyzar ketemu sama orang yang kalau gak salah namanya Melan...?” Eyzar memberi kode kepada El, bertanya apakah nama yang disebutkannya benar atau tidak. Dan El mengangguk, pertanda kalau nama laki-laki yang sedang Eyzar bicarakan adalah Melan.

Eyzar melanjutkan kalimatnya, “Dari awal Eyzar nggak suka sama tatapannya. Sinis, kayak lagi ngancem Eyzar diem-diem, seakan-akan mereka emang niat mau nyerang Eyzar.”

Dhaka menghela napas, “Terus, lo berantem sama dia?”

Eyzar menggeleng, “Enggak. Melan sama temen-temennya gak ngajak Eyzar berantem. Tapi Melan terus-terusan bikin Eyzar emosi. Kalau kata Kak El, Melan emang sengaja bikin Eyzar emosi karena tau Eyzar anaknya gampang emosian.”

“Emang dia bikin lo emosi gimana?”

“Awalnya dia cuman nantangin Eyzar balapan dengan jadiin Kak El sebagai bahan taruhan. Eyzar nggak suka, Eyzar marah. Soalnya Eyzar kesel sama dia seenaknya jadiin cewek buat bahan taruhan. Gak sopan.”

“Terus?”

“Melan gak berhenti sampai situ, dia bilang kalau misalkan Eyzar nerima ajakan balapan dia, dan Eyzar menang, nanti Eyzar bakal dikasih tau rahasia. Bang Dhaka tau rahasia apa yang bakal Melan kasih ke Eyzar kalau Eyzar menang?”

Dhaka menggeleng.

“Kata Melan, dia tau rahasia kejadian Kak Elvan sama Kak Ellyna kecelakaan. Kata dia, kakak kakak Eyzar bukan kecelakaan biasa, tapi emang ada dalang dibalik kematian mereka dan orang jahat itu memanipulasi kejadian biar seakan-akan Kak Elvan sama Kak Ellyna meninggal karena kecelakaan, padahal enggak. Gitu kata Melan.”

Dhaka terkejut bukan main. Laki-laki itu mengerutkan keningnya.

“Bang Dhaka juga kaget, kan? Sama Eyzar juga...” lirih nya.

“Tapi bisa jadi itu cuman akal-akalan Melan aja biar lo mau nerima ajakan balapan dia. Terus dia emang berniat buruk di balapan itu, Zar.” El ikut bersuara. “Menurut Bang Dhaka gimana?”

“Hhhh, kok gue jadi ikut bingung ya?” Dhaka menghela napas frustasi. “Tapi seinget gue, di berita jelas jelas kalau Elvan sama Ellyna kecelakaan tunggal kok. Katanya emang kondisi Elvan lagi gak baik-baik aja, dia udah sakit dari awal tapi masih maksain nyetir mobil, makannya dia gak bisa fokus dan akhirnya bikin mereka berdua kecelakaan.”

Eyzar mengulum bibirnya, “Eyzar juga taunya selama ini kayak gitu kejadiannya. Tapi kata Melan—”

“Kalau boleh tau, Melan tuh siapa sih? Maksudnya dia ada hubungan apa sama lo sampe sampe El bilang kemungkinan Melan punya niat buruk sama lo?” potong Dhaka.

Eyzar menaikturunkan bahunya, “Gak tau, Bang. Eyzar aja baru ketemu sama dia tadi pertama kalinya. Tapi kalau ditebak tebak sih kayaknya Melan cuman pengen dapetin Kak El, tapi dia tau kalau Kak El deket sama Eyzar dan intinya dia pengen ngalahin Eyzar aja, gitu. Padahal kan Eyzar bukan siapa-siapanya Kak El, Eyzar sama Kak El gaada hubungan apa apa tuh.”

“Uhuk!” El tiba-tiba batuk.

“Kak El kenapa? Keselek? Nih minum dulu.” Eyzar menyodorkan gelas yang berisi air putih untuk El.

Entah kenapa, gadis itu tiba-tiba tersedak ludah saat mendengar kalimat Eyzar bukan siapa-siapanya Kak El. Walaupun pernyataan itu benar, tapi tetap saja kenyataan itu berhasil menampar El kalau dia dan Eyzar memang tidak memiliki hubungan apa-apa.

“Gue udah searching!” Dhaka tiba-tiba menunjukkan layar ponsel nya kepada El dan Eyzar. “Nih, di berbagai berita juga jelas kok, Elvan sama Ellyna kecelakaan tunggal, kecelakaan biasa. Bukan karena ada orang jahat yang mau nyelakain mereka.”

Eyzar lagi-lagi hanya mengulum bibirnya. “Iya sih... Tapi Eyzar cuman kepikiran aja.”

“Udah, gak usah dipikirin, Zar. Gue yakin Melan cuman asal ngomong aja tadi.” El menimpali.

“Tapi kalau misalkan cuman asal ngomong, kenapa dia tau nama kakak kakak Eyzar? Melan nyebutin nama Kak Elvan sama Kak Ellyna dengan jelas. Eyzar gak salah denger.”

Dhaka menghela napas, “Mungkin karena kakak kakak lo dari dulu emang tokoh publik yang terkenal, Zar. Dan banyak orang juga yang udah tahu kalau lo itu adik dari mereka berdua. Itu udah jadi rahasia umum, Zar. Wajar kalau dia tahu nama kakak lo.”

“Iya sih...”

“Nah sip! Jadi intinya, daritadi masalah lo itu aja? Atau ada yang lain?” tanya Dhaka lagi.

“Ada sih, tadi gara gara nama Eyzar trending di Twitter gara-gara dikira nyerang Melan duluan, padahal kan enggak...”

Dhaka meraih pundak Eyzar perlahan. “Sabar, Zar. Jadi tokoh publik emang berat. Lo terkenal gara-gara di umur lo yang masih kelewat muda, udah bisa jadi pemimpin perusahaan besar. Gak aneh kalau banyak orang yang iri sama lo. Jadi di sini, gue cuman bisa dukung lo, gue bakal selalu ada buat lo, kapanpun lo butuh seseorang, lo bisa jadiin bahu gue buat sandaran. Semangat, Zar! Gue yakin lo bisa bertahan!”

“Gue juga dukung lo, Zar.” El ikut-ikutan, bahkan gadis itu tersenyum.

Namun Eyzar malah cemberut, “Apa apaan maen dukung dukung? Kak El belum cerita masalah Kak El apa, sok kenapa tiba-tiba kayak tadi, coba jelasin ke Eyzar biar Eyzar juga paham perasaan Kak El hari ini kayak gimana?” cerocos Eyzar.

El menghela napas, “Nggak sih, tadi gue cuman kesel sama Bang Dhaka aja.”

“Apa apaan kok jadi gue?! Tadi katanya lo marah bukan gara-gara gue, tapi gara gara masalah di kampus—”

“Yaudah iya bukan gara-gara bang Dhaka,” potong El kesal. “Bang Dhaka kalau lagi nyerocos berisik banget.” gumam El pelan.

“Gue denger!”

“Ck. Komentar mulu sih ah.”

Eyzar tertawa melihat El dan Dhaka yang sedari tadi adu mulut. “Udah dong jangan berantem terus, ntar jodoh loh.”

“Emang lo ikhlas kalau El berjodoh sama gue?” tanya Dhaka menginterogasi.

“Ya enggak lah!” seru Eyzar.

El menoleh cepat.

“M-maksudnya, ya enggak ikhlas lah, soalnya masa cewek secantik Kak El dapetin cowok jelek modelan Bang Dhaka? Idiih gak cocok.”

“Sembarangan lo ngatain gue jelek?!” Dhaka melempar Eyzar dengan bantal sofa yang ada di sekitarnya.

“Bang Dhaka emang jelek! Di sini yang ganteng Eyzar doang.”

“Pede lo, bocil!” Dhaka lagi-lagi melempari Eyzar dengan bantal sofa.

“Bang Dhaka gak usah lempar lempar bantal ih!” Eyzar malah membalas perbuatan Dhaka.

“Ngajak perang bantal lo ya? Oke siapa takut!”

“Ih? Nantangin?!”

El menggelengkan kepalanya saat melihat kelakuan Eyzar dan Dhaka yang sebelas duabelas, sama sama bertingkah seperti anak kecil. “Awas kena makanan, ntar—YA ALLAH, BANG DHAKA?! Kan jadi tumpah sayurnya!”

“Bukan gue! Itumah gara-gara Eyzar!”

“Eyzar daritadi di sini loh, Bang! Kok nyalahin gue?”

Bukannya membereskan sayur yang tumpah, Dhaka dan Eyzar malah berlari mengelilingi ruang tengah yang cukup besar. Lagi-lagi El hanya menghela napas dan segera membersihkan sayur yang tumpah. Namun saat melihat Eyzar yang tertawa lebar, ada rasa bahagia yang muncul dalam dada El. Gadis itu ikut senang. Ia hanya bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang yang begitu istimewa dan selalu ada untuknya. El benar-benar bahagia.


“El... Eyzar...”

“Hm?” “Apa, Bang?”

“Inget ya. Kalian gak sendirian di dunia ini. Kalian punya keluarga. Gue, di sini, termasuk Abang kalian juga. Jadi kalau ada apa-apa, jangan sungkan ya?”

Eyzar mengangguk senang. Sedangkan El, gadis itu hanya tersenyum penuh makna tanpa sepengetahuan Eyzar dan Dhaka.